Jadi ceritanya nih di hari minggu yang dingin ini gue ga ada kerjaan. Nungguin donlotan Cougar Town lama banget ga selese-selese, bosen, trus inget kalo udah lama ga update blognya hehe. Awalnya rada bingung mau bahas apa, trus keinget kemaren baru nonton Funny Games. Film yang super disturbing dan bikin ga nyaman. Funny Games ini ada dua versi, versi original dari Austria dan versi remake dari Amerika. Dua-duanya ditulis dan disutradarai oleh Michael Haneke.
Jadi awalnya memang film Funny Games ini ditujukan untuk masyarakat Amerika dan kecintaan mereka terhadap kekerasan. Namun karena filmnya menggunakan bahasa Jerman, makna dari film tersebut ga nyampe ke masyarakat Ameika. Lalu kemudian Haneke ditawari untuk meremake Funny Games. Beliau menyanggupi, asalkan Naomi Watts yang memerankan Anna, tokoh utama wanita dalam Funny Games.
Funny Games US dibuat dengan teknik shot-to-shot dimana semua adegan dibuat semirip mungkin dengan film originalnya. Haneke berpendapat bahwa dalam rentang waktu 10 tahun, tidak ada perubahan yg relevan terhadap selera masyarakat Amerika terhadap kekerasan dalam media. Malah menurutnya, kekerasan dalam media telah berkembang menjadi kekerasan berbau pornografi (hal ini membuat Haneke sedikit melakukan perubahan pada adegan di ruang keluarga. Dalam film originalnya, Anna selalu terlihat memakai busana lengkap. Sedangkan dalam Funny Games US Anna hanya mengenakan pakaian dalam)
Film ini dimulai dengan scene mobil di jalan tol yang diambil dari angkasa. Scene ini terfokus pada perbincangan antara Anna dan Georg. Dari scene ini dapat disimpulkan bahwa mereka adalah tipikal keluarga menengah atas Amerika. Mobil mereka yang berjenis SUV adalah keluaran baru, dengan pengangkut tambahan untuk membawa sebuah perahu kecil. Anna dan Georg juga digambarkan memiliki selera yang ‘mahal’, diindikasikan dengan kegemaran mereka akan musik klasik.
Setelah sampai di rumah pantai mereka, Georg dan anaknya, Georgie segera membongkar perahu dan menurunkannya ke air. Sedangakan Anna langsung menuju dapur untuk memasak. Tiba-tiba datang orang asing yang mengaku sebagai kenalan tetangga mereka. Mulai dari sini kejanggalan terlihat. Lelaki asing itu, Peter, mengaku dikirim oleh tetangga Anna untuk meminta telur. Sepintas rasanya tidak ada yang salah dengan lelaki itu, sampai dia membuat Anna kehilangan kesabaran dan akhirnya mengusirnya.
Long story short, si orang asing ini dateng lagi, kali ini berdua, dan mengajak keluarga tersebut untuk bergabung dalam sebuah permainan yang taruhannya nyawa mereka. Dari sini baru judul Funny Games jadi ironi. Yang bikin serem dan ganggu dari film ini bukan dari adegannya, karena semua adegan kasar/vulgar dari film ini off-the-screen, ga diliatin langsung ke penonton. Yang ganggu adalah cara Paul dan Peter, nama dua orang asing tersebut, nyiksa keluarga tersebut. Bayangin aja, mereka super licik, tega, dan kejam tapi sekaligus super sopan, bertata-krama, bahasanya baik, dan taat aturan. Pyscho ga sih?? Paul bahkan sempet ngajarin si istri berdoa di tengah-tengah penyiksaan, dan sempet berpesan sama Peter untuk nggak ngotorin karpet di ruang keluarga. Paul juga sempet marah saat Peter ngelanggar sebuah aturan. Paul juga ga mau si anak nyaksiin ibunya disiksa, jadi si anak kepalanya ditutup sarung bantal.
Jujur, abis nonton film ini gue juga rada ga ngerti. Salah gue juga sih, pas nonton masih sempet bmm-an dan facebook-an hehe. Jadi begitu film selesai gue langsung browsing tentang film ini. Dari hasil browsing gue, ternyata Haneke bikin film ini sebagai
Michael Haneke states that the entire film was not created to be a horror film. He says he wanted to make a message about violence in the media. He had written a short essay revealing how he felt on the issue, called "Violence + Media." It is available to view on the website for the film's remake
Di Wikipedia ditulis kalo film ini mengaburkan batas antara realita dan fiksi, dimana Paul sering terlihat sadar bahwa ada kamera di sekitarnya. Bahkan dia beberapa kali berbicara kepada kamera seolah-olah dia berbicara langsung kepada penonton. Paul adalah 'penguasa' dari dunia di dalam film tersebut. Dia bisa me-rewind adegan karena dia ga suka (yang kalo kata Haneke terinspirasi dari perilaku gamers yang cenderung untuk merestart game ketika karakternya terbunuh), dia tau kalo penonton mendukung keluarga itu untuk menang tapi dia gak membiarkan hal itu terjadi, dan dia bisa menunda untuk membunuh keluarga itu karena filmnya belum mencapai batas waktu minimum..
More provocation than conventional cinematic thriller, this was a film with a simple clear intent; to provoke the viewer into testing and examining their own relationship with – and desire for – screen violence.“Anyone who leaves the cinema doesn't need the film", Haneke opined on release, "and anyone who stays does."
Yang menarik lagi adalah di scene akhir saat Paul dan Peter berbincang-bincang setelah membunuh Anna. Menurut Paul, kisah fiksi yang diobservasi sesungguhnya sama nyatanya dengan realita. Hal ini membuat seolah-olah pembunuhan oleh Paul dan Peter benar-benar terjadi di depan mata kita. Hal ini juga dikuatkan dengan kesadaran Paul akan kamera disekitarnya.
Dalam film ini juga dapat dilihat kalo Haneke mau 'merusak' citra standar keluarga menengah yang bahagia. Dalam film ini karakter ayah dibuat sangat lemah dan gak berdaya, karakter anak dibuat sebagai korban, dan karakter istri yang terhormat dinijak-injak harga dirinya, direndahkan di depan keluarganya. 'Ganggu' banget dan miris.
Intinya (iya, langsung ke intinya aja yah, mendadak stuck hehehe), this film is brilliant on so many levels. Lo harus nonton, dan rasain sendiri sensasinya. Highly recommended! Oke bye
Kartika just shared a thing :)
It sounds really deep and philosophical! Pinjem dong tik....hehehehe
ReplyDelete